Psikologi Remaja mengungkapkan bahwa masa remaja adalah periode turbulensi emosional yang intens, dipicu oleh perubahan besar dalam otak. Area otak yang bertanggung jawab atas emosi, yaitu sistem limbik, berkembang lebih cepat daripada korteks prefrontal, bagian yang bertugas mengendalikan impuls, membuat penalaran, dan mengambil keputusan rasional.
Kesenjangan perkembangan inilah yang menjelaskan mengapa remaja sering kesulitan mengendalikan ledakan emosi. Emosi dirasakan secara intens, tetapi kemampuan mereka untuk “mengerem” atau memproses konsekuensi dari tindakan mereka masih belum matang. Hal ini menyebabkan sering diwarnai dengan reaksi cepat yang impulsif, termasuk saat menghadapi konflik.
Dalam konteks konflik fisik, kesulitan mengontrol impuls emosional menjadi pemicu utama. Ketika merasa terancam, terhina, atau marah, respons pertama seorang remaja mungkin adalah reaksi fisik daripada mencari solusi verbal yang konstruktif. Fenomena ini adalah manifestasi nyata dari yang didominasi oleh respons emosional langsung.
Memahami Psikologi Remaja juga berarti mengakui peran hormon. Fluktuasi hormon seperti testosteron dan estrogen dapat memperkuat intensitas emosi, menambah kesulitan dalam mengelola perasaan. Kombinasi perubahan hormonal dan perkembangan otak yang tidak seimbang membuat remaja lebih rentan terhadap situasi yang dapat memicu pertengkaran fisik.
Peer pressure atau tekanan teman sebaya juga memiliki peran besar dalam Psikologi Remaja dan konflik. Dalam upaya untuk menegaskan status sosial, terlihat kuat, atau menghindari rasa malu, remaja mungkin merasa terdorong untuk menanggapi provokasi dengan kekerasan fisik. Tindakan ini seringkali didorong oleh kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, bukan sepenuhnya kemarahan pribadi.
Untuk membantu remaja, diperlukan pendekatan yang berfokus pada pelatihan keterampilan mengendalikan diri. Intervensi yang efektif berdasarkan Psikologi Remaja harus mengajarkan teknik mindfulness, regulasi emosi, dan komunikasi asertif. Ini membantu mereka mengembangkan korteks prefrontal yang lebih kuat untuk menengahi dorongan emosional.
Lingkungan sekolah dan keluarga memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk Psikologi Remaja yang sehat. Menciptakan ruang aman di mana emosi dapat diekspresikan tanpa takut dihakimi sangat penting. Orang dewasa harus menjadi model peran dalam menyelesaikan konflik secara damai dan mengajarkan bahwa kekuatan sejati terletak pada pengendalian diri.